Tuesday, January 31, 2012

Fairy Magic Hollow

Posted by kunangkunang^^ at 15:31

Aku menunggunya dari balik jendela...



beberapa kali ku tampakkan wajahku,.. melongo keluar jendela.. mulai menghitung makhluk yang berterbangan mengitariku.. satu.. dua.. tiga.. ngg,,, e.. mpat. jemariku menunjuk lagi, kali ini jaraknya sedikit tak terjamah.. lima.. en.. nam... belum sempat ku lanjutkan... seekor peri.. ah bukan.. jika dia peri lalu kemana sayap-sayapnya???? seekor mahluk bertubuh mungil itu mendekatiku... "aku yang ketujuh" ucapnya lantang.. aku masih saja tak memerhatikannya..




"heh, aku yang ketujuh.. hallo"
"lalu siapa kau?" ucapku sedikit geram.. "aku peri yang datang dari ujung pelangi".. tawaku sedikit tertahan mendengar ucapannya tadi..
"kenapa?????? rona wajahmu seolah-olah ingin mengejekku.. dalam otakmu pasti menari nari beberapa pertanyaan kan? bagaimana bisa seekor peri tak bersayap.. iya kan???" matanya mengerjap-ngerjap memerah.. "bukan seperti itu.. hanya saja.. dibandingkan seekor peri kau tampak seperti thumbellina.." peri kecil itu hanya melipat kedua tangannya sambil menggeleng-gelengkan kepala, nampaknya ia paham benar dengan situasi seperti ini.. diambil nya dua ranting kecil yang nampak rapuh itu, lalu dipatahkannya menjadi beberapa bagian dengan menggunakan kedua tangan mungil itu sembari hilir mudik, persis di depan kedua bola mataku.. ia mengumpat, menghardik, bahkan sesekali ia menggerutu tajam...

aku mengikuti langkah kakinya. kemudian membuang pandanganku bebas tak beraturan... "kemana... lama sekali dia.. biasanya urutan ketujuh..." "apa karena diluar sedang ada badai?? kemudian ia terperangkap angin dan hujan." ah.. bodoh sekali.. ini musim gugur gerutuku...
aku masih saja berada pada posisi semula...  melipat kedua tangan pada kusen jendela,kemudian meletakkan dagu tirusku diatasnya yang menopang lemas. ku perhatikan makhluk kecil itu dengan sedikit enggan, ia hanya setinggi pensil mekanik, kurang lebih seperti itu. sedari tadi ia nampak sibuk sendiri, mengotak atik sebuah patahan ranting yang sedang ia genggam, diayunkannya ranting itu laksana tongkat sihir sambil berkomat kamit dengan bahasa yang tak aku pahami. Sesekali ia menggeleng-gelengkan kepala, serasa menahan kecewa, diulanginya hal itu terus menerus, kemudian dipindahkan jemari lentiknya itu ke arah kantong baju yang terbuat dari beberapa helai kelopak mawar. Air mukanya nampak sedikit kesal, berulang kali ia berdesis, menarik nafas yang amat panjag, dengan disertai gerakan kedua bahu bidang itu beriringan.

Aku menghembuskan nafas sedikit kencang kearahnya, hal itu membuatnya maju beberapa langkah dari posisinya semula, rupanya angiin yang sengaja aku ciptakan membuatnya hampir tersungkur mendarat ke luar jendela. Ia menatapku ganas dengan kedua lengan kecil itu berlipat di pinggang, “kau sengaja ingin membunuhku heh!!!”
Aku memasang wajah sepolos-polosnya, seolah tak terjadi apapun. “mmmm.. tii..tidak, aku tak berniat seburuk itu.. kau kan seekor peri, harusnya tidak akan terjadi masalah besar bagimu jika jatuh dari ketinggian yang kurang dari satu meter ini.”
Ia meruncingkan pandangannya ke arahku, nampaknya otak kecilku mampu membacanya.. “oke..oke... “ ucapku seraya mengangkat kedua telapak tanganku.

“aku....kehilangan kekuatanku....” Ia merintih.. “itu mengapa aku tak mampu terbang....”
secepat kilat raut wajahnya kembali masam.. dengan berkacak pinggang ia mengerang padaku.

“lalu kau, kenapa kau ada disini?”
“aku... entahlah.. seingatku ketika aku tertidur.. ada seekor peri menuntunku kemari, katanya aku akan bisa kembali setelah mengembalikan semua benda yang ku curi.”

Peri kecil itu tertawa terbahak-bahak, menepuk-nepukkan kedua jemarinya ke arah lantai bahkan hingga ia terperangah jatuh. Ia masih saja tertawa membahana, sembari memegang perutnya seolah mengisyaratkan untuk berhenti  pada otak kecilnya itu. Ia menarik nafas dalam-dalam.. “oke..okee.. fegusha, berhenti!” ia mengencangkan pelukan tubuhnya dan melanjutkan kata-katanya yang keluar secara tak sempurna. “p-e-n-c-u-r-i...” kembali lagi-lagi ia berguling-guling dibatasan lantai jendela, menepuk-nepukkan genggaman tangan kecilnya...
Aku melotot ke arahnya, serasa kedua bola mataku ingin melompat keluar... “AKU BUKAN PENCURI !!! MENGERTI !!!!” “aku bahkan tak tahu apa yang telah aku ambil.. peri bodoh itu menuduhku atas apa yang tak pernah aku lakukan..”
Kemudian aku merogoh tas pinggangku, ku masukkan tanganku kedalamnya, hingga ruas-ruas jariku menyentuh sebuah kotak..

“apa ini yang dimaksud.....???”

Ia mendekat, memicingkan matanya yang bulat besar ke arah kotak yang beribu kali lebih besar dari ukuran tubuhnya itu, kemudian melompat dan bergerak dengan cepatnya.. hingga posisinya kini ada tepat di atas bahuku... ia berbisik ke arah telingaku... “cepat buka....” seolah menuruti perintahnya aku membuka kotak itu..
“................”
“waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaw...  bubuk musim semi...” timpalnya kagum.
Aku menerawang... pikiranku terperangah heran, cahaya keemassan nampak menari liar menyeruak ke dinding dinding tepian jendela.. berkilaaaauu... tanganku masih mengaduk - ngaduk isi kotak itu, ku temukan tiga botol seukuran lima senti yang berjejer berurutan..

“sebenarnya aku ada dimana?” aku berbisik...
“fairy magic hollow” “batasan antara dunia mimpi dan khayal” sambungnya..
“lalu.. kenapa bisa sejauh ini ???”
ia mengangkat kedua bahunya, seolah mengisyaratkan ketidak tahuannya atas pertanyaanku.. “bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu telah mengambil sesuatu dari sini??”
“sudah ku bilang.. aku tak mengambil apapun.. TIDAK MENGAMBIL APAPUN !!” bantahku geram.. dan itu membuatnya terjatuh dari pundakku, lalu mendarat tepat di atas kotak yang telah ku tutup tadi, cepat-cepat ia bangkit dan menatap ke arahku dengan mimik penasaran..
“lalu bagaimana bisa semua benda ini ada ditanganmu?” ucapnya sambil menghentakkan kaki kanannya
“sudah ku katakan... AKU SAMA SEKALI TIDAK TAHU..” ucapku membelalak. “ia hanya mengatakan padaku untuk menemukan peri ketujuh.. ia membawa fairy dust.. dan seorang peri penjaga.. namun.. ia tiba-tiba menghilang, dan aku terdampar disini.. hampir tiga hari..”

“hmmm.. semua peri mempunyai fairy dust.. dan peri penjaga?? Masing-masing peri mempunyai tugas untuk menjaga sesuatu.. masih sulit.” Ia bergerak maju mundur sembari memegang dagu dengan ujung ibu jari dan jari telunjuknya.. “apakah yang dimaksud water fairies ataukah dryart si peri hutan? Ia kadang menjadi yang tercepat.” Ia meneruskan

“.......................” kami sibuk dengan pikiran masing-masing.
“ahaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.” Ia mengagetkanku sembari meletikkan ibu jari dan jari tengah ia berkata: “yang kau butuhkan hanya mengembalikan semua ini bukan?? Baiklah akan kita mulai.”
Aku menatapnya heran, ia bergerak-gerak seperti ada yang menggelitik, dirogohnya kantong baju berkelopak bunga itu dalam-dalam, dan sebotol penuh fairy dust berada dalam genggamannya.
“iini dia..” si peri mungil itu mendekatkan telapak tangannya persis ke depan hidungku. “sedikit keajaiban.”
“untuk apa? Tugasku disini hanya menunggu hingga si peri ketujuh datang.”
Ia memukul kepalaku dengan patahan ranting..”bodoh, musim gugur akan segera berakhir.. akan sulit melakukannya jika musim dingin tiba.. kau akan sulit menemukan peri-peri yang lain.. hanya peri salju atau peri musim dingin saja yang bisa kau temukan.”
Aku masih bertanya dalam kebingunganku.. ia nampaknya mengerti kemudian mencoba memberikanku penjelasan lebih dalam tentang hal ini.
“kau harus ku ubah menjadi seukuran tubuhku, jika kau tetap berada pada sosok manusia itu akan menjadi sangat sulit, kau tak akan mampu menembus fairy magic hollow. Apa kau mau selamanya terjerembab dalam dunia ini? Dan tak kan pernah bisa kembali ke duniamu disana, jika kau tak bisa mengembalikan semuanya?” ucapnya menggodaku “bagaimana? Maukah kau menerima tawaranku?”

Aku mengangguk pelan.. tanpa banyak basa basi dibukanya botol kecil bercahaya itu, kemudian diletakkannya di atas telapak tangannya, penuh kilauan cantik yang menari nari tertiup angin, kemudian diucapkannya beberapa mantera, lalu diarahkanya ke arah wajahku dan wuuuuuuuuuuuusss seketika tubuhku terasa ringan amat sangat ringan hingga rasanya angin mampu membawaku jauh terbang tinggi. 


Kini aku seukuran dia, hanya beberapa centimeter, jendela tempatku bersandar tadi rasanya ribuan kali lebih besar, ku palingkan wajahku kearah dinding, kali ini aku mampu melihat semut yang berbaris dengan jelas, antena mereka dan bentuk tubuh mereka, tinggi sekali tempat ini pikirku.

“bagaimana rasanya menjadi seorang thumbellina?” ia tertawa geli. Aku hanya mampu memicingkan kedua bola mataku.
“oke..oke.. waktunya memake-over dirimu. Kau tak mungkin berkeliaran dengan pakaian manusia seperti ini.” Dengan sekejap ia melompat lompat dengan amat cepatnya, melewati rerumputan dibalik jendela, aku melihatnya berdiri di atas bunga lily putih, melewatinya dan kemudian menghilang dari padanganku beberapa saat..
“ini dia..” dibawanya beberapa kelopak bunga daffodil kuning, lalu menyatukannya sehingga meyerupai sehelai gaun cantik, kemudian ia menyodorkannya ke arahku “kenakanlah..”
aku masih teperangah heran, ribuan pertanyaan kali ini berkecamuk, peri tengil ini kenapa bisa tiba-tiba ingin membantuku.. aku masuk ke balik tirai jendela, beberapa saat kemudian aku keluar dengan balutan kelopak daffodil indah ini.
“awesome.. sudah ku duga kau akan nampak cantik jika memakainya.”
“terimakasih... tapi maaf.. kenapa tiba-tiba kau ingin menolongku?”
“ahahahhaaha, m-e-n-o-l-o-n-g-m-u ?? ahahhaa kau salah besar, haruskah aku menjelaskan apa yang ada dalam isi kepalaku??” “aah sudahlah, aku akan membantumu hingga kau bisa mengembalikan semuanya ketempat semula.” Ia merogoh kantong kelopak bunga mawarnya lagi. Sebuah liontin bening berbentuk setetes air itu dia keluarkan dari saku bajunya. “ini kenakanlah.” Ia melanjutkan

Aku mengalungkan liontin itu dalam lingkarang leher jenjangku.
“aku Ree Aster..”
“fegusha..” ia menyambut uluran tanganku “kenapa tidak dari tadi kau mengatakannya.. pasti akan ku berikan kau kelopak aster.” Gerutunya. “
“tak masalah, bukankah katamu aku terlihat manis mengenakan gaun ini?” ucapku sambil mengikuti langkah kakinya bergerak menjauhi pondasai jendela.
“oiya aku melupakan sesuatu.” Serunya sambil berpaling ke arahku “liontin itu, adalah garis waktu, semakin lama water fairy itu akan habis, dan liontin itu akan kosong, jika ia kosong sebelum kau menyelesaikan tugasmu mengembalikan bubuk musim semi pada tempatnya, maka kau akan mati.” Suaranya memecah keheningan.

Aku tersontak kaget, ku remas liontin air itu kencang, memutar mutarnya dan sesekali menghempaskannya ke dadaku. “mengapa tidak bilang dari awal fegusha..”
“apa? Kenapa? Kau takut? Hahaha percuma aku lupa, jika aku tidak lupa tadi pun tak akan aku katakan.” Melihat ekspresiku yang seolah pucat pasi, kemudian ia melanjutkan “ah sudahlah, ini bukan saatnya berdebat, kita harus sama-sama berjuang, lagipula aku telah memberikanmu seperempat dari fairy dustku, itu artinya aku telah kehilangan seperempat nyawaku juga kan?”
Fegusha berjalan meninggalkanku... kemudian menghilang di balik semak-semak......
“fegushaaaa... tungguuuuuu......”

Begitulah awalku mengenalnya, seorang peri yang tak bersayap dan tak mampu terbang, seorang peri yang menyebalkan dan membuatku ingin meremas-remas kedua pipinya setiap kali aku bertemu dengannya, seorang peri yang membuat seluruh otakku berpikir keras untuk menemukan jawaban mengapa dan kenapa.. lalu aku akan di bawa kemana? Seperti apa kehidupanku kelak.. bebaskah? Tertahan disini? Ataukah mati? ....

2 comments:

Unknown said...

aku kaito kidd. . .

Nurmayanti Zain said...

tidak akan mati.
setidaknya berusahalah untuk hidup.
dia memang telah membawamu tapi ini hidupmu, kau sendiri yang harus menentukan langkah selanjutnya.
tiap-tiap orang akan pergi dan beranjak dari tempatnya, walau kadang membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun, tak apa. sungguh tidak mengapa.
tiap orang berbeda dan karenanya tiap orang itu spesial.

Post a Comment

 

My Little rainbow ... ^___^ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review